Malu Kepada Allah

Sabtu, 21 Juni 2008


Pada suatu hari, Abu Muslim sampai ke rumahnya. Istrinya sudah menyambutnya di depan pintu.

Dengan wajah sedih, istrinya berkata,”Tidak ada kayu di rumah kita yang bisa digunakan untuk menghangatkan tubuh dari musim dingin yang menggigit ini.”

Abu Muslim menjawab dengan hati pilu,”Di dalam sakuku tidak ada uang dinar atau dirham untuk membeli kebutuhan kita!”

Istrinya menyahut,”Bagaimana bisa kau mengeluh fakir dan tidak punya apa-apa, padahal engkau adalah orang yang paling dekat dan dihormati khalifah? Pergilah ke sana dan jelaskanlah kepadanya keadaan kita, bahwa kita sangat kekurangan, fakir, dan perlu bantuannya segera. Aku yakin, khalifah pasti membantu dan tidak akan membiarkan kita hidup fakir.”

Abu Muslim menjawab,”Na’udzubillah, aku berlindung kepada Allah kalau sampai aku melakukan hal itu. Aku sangat malu kepada Allah. Kalau sampai minta bantuan kepada makhluk ciptaan Allah, padahal Allah Maha Pemurah. Aku tidak mungkin meminta bantuan kepada selain Allah.”

Lalu Abu Muslim keluar dari rumahnya dan pergi ke masjid. Setibanya di masjid, dia langsung shalat dua raka’at.

Setelah itu, dia berdzikir, beristighfar, dan berdoa,”Ya Allah, ya Rabbi, wahai Tuhan yang Maha Mengetahui rahasia, Engkau Mahatahu bahwa aku malu jika meminta pertolongan selain kepada-Mu. Wahai Tuhan yang luas kemurahannya, karuniakanlah padaku gandum, terigu, adas, minyak, dan kayu bakar. Karuniakan pada istriku, pakaian dan kerudung, dan karuniakan pada anakku pakaian dan sapi untuk diminum susunya. Ya Allah, kabulkanlah doaku. Amin.”

Kebetulan. Saat itu, di dalam masjid ada seorang lelaki yang termasuk salah satu pengawal istana khalifah. Pengawal itu merasa aneh mendengar doa itu, cepat-cepat dia bergegas keluar masjid dan langsung menuju istana. Dia ingin menemui khalifah untuk menceritakan apa yang didengarnya di dalam masjid.

Begitu sampai di hadapan khalifah, dia berkata,”Aku melihat sekarang ini ada seorang lelaki di masjid yang berdoa pada Tuhannya dan meminta hal-hal yang aneh.”

Lalu, dia menyebutkan hal-hal yang diminta oleh lelaki-yang tak lain adalah Abu Muslim-itu kepada khalifah.

Ketika mendengar hal-hal yang diminta itu, khalifah tertawa dan berkata,”Aku yakin, aku tahu siapa lelaki yang berdoa di dalam masjid itu. Aku yakin dia adalah Abu Muslim. Dia seorang lelaki yang sangat malu kepada Allah. Sekarang, coba kau ulangi lagi isi doanya. Aku ingin mengirim barang-barang yang dimintanya itu ke rumahnya secepatnya sebelum dia keluar dari masjid. Setiap satu barang yang ia minta, kirim dua.”

Sementara itu, Abu Muslim tetap berada di dalam masjid beberapa saat lamanya untuk membaca Al-Quran dan berdoa kepada Tuhannya. Setelah dirasa cukup lama, dia keluar dari masjid dan pulang ke rumahnya. Sampai di rumah, ia disambut istrinya dengan panuh rasa gembira. Sang istri menyambutnya dengan penuh kehangatan.

Istrinya berkata,”Coba renungkan Abu Muslim, sekarang kita tidak kekurangan lagi. Ini tak lain karena kau mau mendengar nasihatku. Akhirnya, kau pergi juga ke tempat khalifah.”

Abu Muslim terkejut dengan ucapan istrinya. Dia bersumpah bahwa dia tidak pergi menemui khalifah. Bahkan, dia tidak berjumpa dengannya selama satu minggu.

Istrinya lalu bertanya,”Kalau begitu, ceritakan kepadaku, kemana kau pergi? Kepada siapa kau mengadu?”

Abu Muslim menjawab,”Aku pergi ke masjid dan mengadukan keadaan kita kepada Allah swt. Sebagaimana kau ketahui selama ini, hai Ummu Muslim, aku sangat malu kepada Allah kalau sampai Dia melihat aku minta tolong kepada selain Dia.”

Seketika itu, istrinya meneteskan air mata, terharu. Dia bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada suaminya.

Dia berkata,”Alangkah mulianya jiwamu! Alangkah indahnya pembuatanmu, Suamiku! Alangkah pengasihnya Allah yang tidak pernah melupakan hamba-Nya!”

Dikutip dari kumpulan kisah teladan, Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy

0 komentar:

Posting Komentar

What do you think about this...???