Disinilah Aku, Menyusuri Langkah-Mu

Senin, 10 Agustus 2009


Lembayung yang pisahkan langit dan bumi...

Kupandang lekat dalam harap
Tengah kucoba menyusuri lorong jejak-Mu...
Yang begitu rumit, namun berujung surga
Pernah pula kucoba berpindah ke lorong lain...
Yang indah, namun berujung petaka

Karena disinilah aku
Hamba-Mu yang lemah dan hina
Kau lebih tahu hatiku terbuat dari apa
Cuma setitik Kau simpankan pelita-Mu di hatiku
Namun, itulah pelita termahal yang kumiliki
Dan tiada akan kuganti ia dengan yang lain

Di tiap akhir sujud, harusnya kurindui diri-Mu
Menyalakan kembali ghirah yang pernah hilang
Dan tanpa satu minta pun
Kau telah memberi yang terbaik
Bagai tiada habis rasa cinta itu
Maka, ijinkan aku selalu di jalan-Mu...

Ayahku (Juga) Idolaku



Suatu hari Rasulullah SAW. ditanya oleh seorang sahabat…

“Ya Rasulullah, siapa di dunia ini yang harus kita hormati terlebih dahulu?”
“Ibumu…” jawab Rasulullah.
“Siapa lagi, ya Rasulullah?” tanya sang sahabat lagi.
“Ibumu…”
“Siapa lagi, Ya Rasulullah?”
“Ibumu…”
“Lalu, siapa lagi?”
“Ayahmu…”
Subhanallah…Dari pernyataan Rasulullah ini, sudah pasti kita wajib menghormati kedua orang tua kita, terutama adalah ibu. Karena beliaulah yang mengandung kita dalam jangka waktu lama, melahirkan kita dalam keadaan antara hidup dan mati, merawat kita dengan sabar, dan masih banyak lagi jasa-jasa ibu yang takkan mungkin terhitung jumlahnya. Jika pun kita harus membayar semua itu, pastilah takkan mampu. Maka, sangat wajar, jika seseorang, termasuk juga kita, akan dengan bangga memjawab “IBU” ketika ditanya siapa idola kita.
Lantas, bagaimana dengan ayah?
Tentu saja di tulisan ini, saya tak bermaksud meminggirkan kasih sayang seorang ibu, hanya menyiasati betapa peran ibu itu tiadalah sempurna tanpa adanya sosok ayah. Mereka berdua penyemangat dan pendorong utama kita agar menjadi manusia yang berguna. Tanpa bimbingan keduanya, entah akan jadi apa kita.
Suatu hari, seorang teman bercerita kepada saya mengenai hari ulang tahunnya yang ia lewati dalam kesepian. Hampir tak ada yang mengucapkan selamat dan membahagiakannya kecuali satu SMS berkesan yang dikirimkan ayahnya, bahkan meruntuhkan jiwa kelelakiannya hingga jatuh juga airmatanya. Begini isinya :
SELAMAT ULANG TAHUN KE-19. Ya Allah…Ya Rob…, Engkau sisakan puteraku satu dari tiga bersaudara, Engkau panggil yang pertama dan ketiga sehingga tinggal yang di tengah yang telah Engkau tiupkan Roh-Mu dan Engkau keluarkan ke dunia pada tanggal 14-05-’90 dengan nama sekarang Rahmat Sholeh, sebuah nama yang Kau amanahkan lewat mimpi sebelum dia dilahirkan. Selamat dan Sukses buat puteraku satu-satunya dan selalu tercapai apapun yang diimpikan dengan Ridho Allah SWT. Selamat.
Mengagumkan. Terus terang, saya pun terharu dengan SMS sang ayah, mungkin juga sedikit iri sebab selama ini ayah saya pun jarang mengucapkan kata-kata yang menggugah seperti itu untuk puterinya ini…(Hiks, hiks…tapi saya yakin ayah saya menyayangi saya kok…). Benar kata teman saya itu, ternyata SMS itu juga menjatuhkan air mata saya.
Saya juga pernah merasakan, meski memang ayah saya termasuk orang yang cuek tapi saya sempat menangkap binar bahagia di matanya ketika suatu hari saya pulang ke rumah, setelah selama beberapa minggu saya tak pulang karena urusan kuliah di luar kota. Bahagia itu memang tak langsung terucap dari bibirnya, tapi sekali lagi, saya bisa menangkapnya dari kebeningan mata dan sederhananya senyuman ayah saya. Tak hanya ibu yang selalu berdoa untuk kita di tiap sujudnya, saya yakin doa seorang ayah juga sama agungnya untuk kita.
Saya salut dengan niat salah seorang teman saya yang melencengkan haluan pendidikannya dari basis IPA ke ekonomi. Ketika ditanya alasannya, ia jawab karena ia ingin seperti almarhum ayahnya yang seorang sarjana ekonomi. Terlebih, ia anak pertama, ketika ayahnya pergi, tentulah kepala keluarga beralih padanya. Salut juga dengan ayah teman kontrakan saya yang berjuang mencari nafkah demi keberlangsungan pendidikan anaknya di tempat yang jauh. Meski hanya seorang tukang service alat elektronik, beliau tak pernah lalai menafkahi anaknya yang kuliah di Samarinda juga istrinya yang kini tinggal di Jawa. Ketika teman saya terdesak harus membayarkan uang kontrakan, beliau berusaha agar uang tersebut telah cukup untuk membayar kontrakan.
Di situlah saya mulai merasakan, bahwa peran seorang ayah, sama pentingnya dengan peran ibu. Ibu mengasuh, ayah memberi nafkah. Itu memang fitrah dan kewajiban orang tua untuk keberlangsungan hidup keluarganya. Surga memang tak terletak di kaki ayah, tapi merupakan satu kewajiban kita untuk tak melupakan semua yang telah diberikan ayah. Sejelek dan sehina apapun ia, hormatilah juga ayahmu. Ia adalah imam di keluarga kita. Ia adalah wali pertama bagi pernikahan puterinya, ia juga pelengkap nama dan nasabmu.

Be A Strong Ukhti


Saudari-saudariku yang diberkahi oleh Allah dan selalu dalam naungan cinta-Nya…
Kubuat tulisan ini dalam asuhan istiqhamah dan kepedulianku akan keindahan seorang Annisa di muka bumi ini…
Aku bangga banget sama antunna yang istiqhamah menjaga diri supaya nggak terjebak di arus pergaulan sekarang. Istiqhamah untuk tetap menggunakan hijab, memakai pakaian taqwa dengan menjaga kehormatan diri, nggak pacaran sampai yang halal tiba, tapi tetap nggak menutup diri dan nggak kaku sama semua teman. Tapi, aku tahu, kecantikan dan kelembutan antunna nggak jarang membuat para lelaki ingin mengulik kehidupanmu, karenanya aku punya beberapa tips yang mungkin bisa membantu antunna mengatasi masalah yang kerap melibatkan perasaan para lelaki ini…
1. Kalo berpapasan dengan seorang ikhwan, tundukkan pandangan. Ini jelas, antunna pasti tahu banget ayatnya.
2. Sederhanalah dalam bersikap terhadap semua orang, terutama terhadap para ikhwan. Jangan berlebihan kalau bicara atau bercanda dan jangan terlalu akrab. Pokoknya biasa aja deh!
3. Biasakan bicara tegas, bukan berarti kasar loh ya... Jangan sok merdu-merduin suara, apalagi di depan para ikhwan. Karena dikhawatirkan, hal ini memancing getar-getar kekaguman di hati para ikhwan. Tahu sendiri ‘kan ujung-ujungnya bagaimana…
4. Kalau disapa teman cowok, jawab pendek dan datar saja. Kalau yang menyapa Cuma usil mau godain kita, ya pura-pura aja nggak dengar, tapi tetap menjawab dan doakan dia dalam hati. Apalagi kalau ada yang mengucapkan salam, jawab salamnya tapi tetap ghadhul bashar. Jadi akhwat tuh nggak boleh sombong juga…
5. Kalau antunna punya banyak teman akhwat yang masih suka pacaran, di jam-jam mereka ngobrolin masalah pacar, jangan ikut nimbrung deh kalau bisa, ntar jadi kepingin lagi…bikin penyakit aja!
6. Jaga jarak sama ikhwan yang dicurigai menaruh hati ke antunna. Tapi, bukan berarti memusuhinya loh…
7. Kalau ada ikhwan yang sms, silahkan dibalas kalau emang isinya urgent dan nggak menjurus ke hal-hal yang private. Tapi, kalau emang sudah menjurus ke situ, sms-nya di stop aja atau sekalian nggak dibalas aja!
8. Kalau ada ikhwan yang ngajakin jalan bareng, tolak secara halus, katakan kalau antunna nggak bisa. Sebisa mungkin jelaskan ke dia sebab yang sejujurnya. Syukur-syukur dia bisa ngerti…
Saudari-saudariku yang tengah merengkuh ridho-Nya…
Ketika batinmu penat memikirkan dunia yang kian tua, berdoalah…Ketika wajahmu takut untuk menatap yang tak layak untukmu, berdoalah…ketika tanganmu letih mengacungkan kata tidak untuk kema’siatan, berdoalah…Ketika kakimu lelah berjalan di titian menuju cita, berdoalah…Ketika bibirmu lantang mengucap kata tidak untuk mentuhankan yang bukan Ia, berdoalah… Ketika hatimu bimbang tatkala seseorang berniat menyentuhnya, berdoalah…
Tak banyak yang bisa kuberikan. Semoga tips-tips di atas dapat membantumu, Ukh! Wallahu’alam bisshawab… Keep fighting and always istiqhamah!

Fool Again

Rabu, 05 Agustus 2009

Baby, I know the story
I've seen the picture
It's written all over your face
Tell me, what's the secret
That you've been hiding
Who's gonna take my place

I should've seen it coming
I should have read the signs
Anyway...I guess it's over

Can't believe that I'm the fool again
I thought this love would never end
How was I to know
You never told me
Can't believe that I'm the fool again
And I who thought you were my friend
How was I to know
You never told me

Baby, you should've called me
When you were lonely
When you needed me to be there

Sadly, you never gave me two many chances
To show how much I care

I should've seen it coming
I should have read the signs
Anyway...I guess it's over

Can't believe that I'm the fool again
I thought this love would never end
How was I to know
You never told me
Can't believe that I'm the fool again
And I who thought you were my friend
How was I to know
You never told me

About the pain and the tears
Oh, Oh, Oh
If I could, I would
Turn back the time

I should've seen it coming
I should have read the signs
Anyway...I guess it's over

Can't believe that I'm the fool again
I thought this love would never end
How was I to know
You never told me
Can't believe that I'm the fool again
And I who thought you were my friend
How was I to know
You never told me

Can't believe that I'm the fool again
I thought this love would never end
How was I to know
You never told me
Can't believe that I'm the fool again
And I who thought you were my friend
How was I to know
You never told me

fade out


(Lagi suka lagu-lagu westlife, yang ini juga okeh...)